1- Keyakinan ma’mum akan kesempurnaan shalat imamnya,
yaitu ma’mum tidak mengetahui batalnya shalat imam dengan sebab hadats atau
yang lainnya.
2- Ma’mum harus berada dibelakang imam dalam kedudukanya,
yaitu posisi ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam
3- Ma’mum harus mengetahui gerak gerik imamnya
yaitu makmum harus mengetahui perpindahan gerakan shalat imam,
dan mengikuti gerakannya. Gerakan makmum tidak mendahului gerakan imam.
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ (رواه الشيخان
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: ”Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti” (HR Bukhari Muslim)
4- Jarak imam dan ma’mum harus tidak berjauhan, yaitu 300 hasta (144 m)
jika dilakukan di luar masjid (di lapangan), jarak ini dimulai dari akhir mesjid
kecuali di dalam masjid karena masjid merupakan tempat berkumpul untuk shalat
5- Ma`mum wajib berniat mengikuti imam atau niat berjama`ah, sedang imam
tidak wajib niat berjamaah tapi sunah dilakukanya atau sering juga disebut mustahab
yaitu sesuatu perbuatan yang dicintai Allah dan Rasul Nya agar mendapat
fadhilahnya berjama’ah
6- Harus ada kecocokan kedua sholat imam dan ma’mum, maksudnya kalau imam
shalat dhuhur demikian pula ma’mum tidak boleh berbeda
7- Imam harus bertakbir sebelum makmum, yaitu makmum tidak boleh bertakbiratul
ihram kecuali setelah imam selesai takbiratul ihram. Begitu pula gerakan-gerakan
shalat lainnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال : إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ وَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا (رواه الشيخان
Dari Abu Hurairah, Rasulallah saw bersabda: “sesunggunguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti, jika ia bertakbir maka bertakbirlah, jika ia ruku’ maka ruku’lah, jika ia berkata: (Sami’aallahu liam hamidah) maka ucapkalah: (Rabbana wa lakal hamdu), dan jika ia sujud maka sujudlah” (HR Bukhari Muslim)
8- Ma’mum harus tidak mendahulukan imam atau mengakhirinya dari dua rukun
tanpa udzur atau halangan, karena keduanya bertentangan dengan syarat berjama’ah
sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra yang tersebut di atas.
Adapun mendahulukan imam dengan satu rukun dengan tidak sengaja tidak membatalkan shalat, dan haram jika dilakukan dengan segaja
عن أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار أو يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ (رواه الشيخان
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw ”Apakah salah seorang diantara kamu tidak takut jika ia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya itu seperti kepala keledai, atau Allah akan mengubah bentuknya menjadi seperti bentuk keledai.” (HR Bukhari Muslim dari Abu Huraira ra)
sumber: http://hasansaggaf.wordpress.com